Minggu, 27 November 2016

penistaan agama dalam pancasila



A.    Penistaan agama dalam nilai ketuhanan
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila pertama dalam Pancasila. Sebelumnya bunyi sila pertama adalah "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" yang kemudian, dengan berbagai alasan, dihapuskan lalu diubah dengan kalimat "Yang Maha Esa" sebagaimana yang sekarang kita kenal sebagai Sila pertama Pancasila.Sila pertama ini kemudian ditegaskan kembali dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 29 ayat 1 yang berbunyi "Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa."
Sesungguhnya sudah dapat dibayangkan apa maksud sila Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi masih saja ada kalangan-kalangan, terutama liberal, yang membuat tafsiran-tafsiran aneh terkait sila pertama ini, seperti  mengatakan Indonesia negara sekuler atau yang dimaksud Ketuhanan yang Maha Esa adalah "Ketuhanan yang berbudaya" dan tafsir-tafsir rancu lainnya. Kalau mau jujur, apa yang kalangan liberal lakukan itu tidaklah dalam rangka memahami Pancasila dengan benar, melainkan adalah upaya melakukan penyesatan sistematis, agar bagaimana caranya sesuai dengan agenda dan kepentingan mereka.
Bila dijabarkan lebih lanjut, sila Ketuhanan yang Maha Esa memberikan konsep turunan mengenai tentang dasar fondasi dibangunnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padmo Wahyono menyebutkan bahwa dalam Pancasila, negara tidak terbentuk hanya karena konsensus tiap individu yang merdeka belaka, sebagaimana pandangan liberal, melainkan "atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,..."
Sila pertama Pancasila ini memperjelas hubungan antara agama dan negara yang dianut Indonesia yang mana secara jelas menafikan klaim bahwa Indonesia negara sekular. Negara sekular adalah konsep kenegaraan yang menghendaki negara untuk tidak memberikan peran kepada agama pada ranah publik kenegaraan. Negara Sekular dibangun diatas pemikiran sekularisme, yang menekankan pada epistemologi dualisme dan dikotomi atau pemisahan terhadap "agama dan sains, jiwa dan raga, obyektif dan subyektif, rasional dan empiris seperti dua kutub yang tak pernah bersatu."
Argumentasi yang digunakan oleh pendukung negara sekular terkadang disusun "seolah-olah" demi kepentingan agama. Mereka berargumen bahwa agama adalah hal yang tinggi, suci, luhur lagi sakral, karena kesucian dan keluhurannya mereka menolak bila agama ditarik dalam urusan politik yang profan dan kotor. Argumen ini pernah digunakan oleh Soewirjo, yang pernah menjabat sebagai ketua umum PNI, dalam perdebatan di Majelis Konstituante.
 Justru argumentasi tersebut patah lewat pernyataan kalau agama itu suci dan luhur, kalau benar begitu seharusnya agama wajib jadi pegangan bernegara dan berpolitik, kalau seandainya menginginkan politik itu bersih, bukan pasrah dengan kondisi politik yang kotor, sehingga kita seterusnya berkotor ria dalam kubangan lumpur politik, tanpa mau membersihkan diri. Membersihkan kotoran hanya bisa dilakukan dengan sapu yang bersih, begitu juga politik, mau politik bersih, jadikan agama sebagai pegangan. karena itu, agama tidak bisa dan tidak boleh dipisahkan dari negara.
Oemar Senoadji mengatakan bahwa ciri negara hukum Indonesia adalah tidak ada pemisahan yang jelas atau rigid antara hubungan agama dan negara, bahkan memiliki hubungan yang harmonis satu sama lainnya. Akan tetapi, pandangan ini menurut Tahir Azhary, menimbulkan kesan bahwa seolah ada kemungkinan pemisahan antara agama dan negara pada konsep negara hukum Pancasila. Justru, menurut Tahir Azhary, tidak boleh ada dalam konsep negara hukum Pancasila pemisahan antara agama dan negara, baik mutlak ataupun nisbi, karena segala bentuk pemisahan antara agama dan negara adalah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. [1]

B.     Penistaan agama dalam nilai kemanusiaan
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Kemanusiaan terutama berarti sifat manusia yang merupakan esensi dan identitas manusia karena martabat kemanusiaannya (human dignity) Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma yang objektif; jadi, tidak subjektif apalagi sewenang-wenang.
Beradab berasal dari kata adab yang berarti budaya. Jadi, beradab berarti berbudaya. Ini mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan, dan tindakan selalu berdasarkan nila-nilai budaya, terutama norma sosial dan kesusilaan (moral). Adab terutama mengandung pengertian tata kesopanan, kesusilaan atau moral. Dengan demikian, bearadab dapat ditafsirkan sebagai berdasar nilai-nilai kesusilaan atau moralitas khususnya dan kebudayaan umumnya.
Jadi, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan Pada prinsipnya Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang berbudi, sadar nilai, dan berbudaya.
Sila ke-2 “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” didasari dan dijiwai oleh sila ke-1 “Ketuhanan Yang Maha Esa”, serta mendasari dan menjiwai sila ke-3, ke-4 dan ke-5. Nilai-nilai sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” adalah sebagai dasar dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan Di dalam sila ke II Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab telah tersimpul cita-cita kemanusiaan yang lengkap, yang memenuhi seluruh hakikat mahkluk manusia.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah suatu rumusan sifat keluhuran budi manusia (Indonesia). Dengan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, maka setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama terhadap Undang-Undang Negara, mempunyai hak dan kewajiban yang sama; setiap warga Negara dijamin haknya serta kebebasannya yang menyangkut hubungan dengan Tuhan, dengan orang-orang seorang, dengan Negara, dengan masyarakat, dan menyangkut pula kemerdekaan menyatakan pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai dengan hak asasi manusia
Hakikat pengertian di atas sesuai dengan :
1.      Pembukaan UUD 1945 alinea pertama : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan .”
2.       Pasal 27, 28, 29,30,dan 31 UUD 1945.
3.      Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila, memberikan petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan sila ” Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Menurut perumusan Dewan Perancang Nasional, perikemanusiaan adalah daya serta karya budi dan hati nurani manusia untuk membangun dan membentuk kesatuan diantara manusia sesamanya, tidak terbatas pada manusia-sesamanya yang terdekat saja, melainkan juga seluruh umat manusia. Sedangkan menurut Bung Karno, istilah perikemanusiaan adalah hasil dari pertumbuhan rohani, kebudayaan, hasil pertumbuhan dari alam tingkat rena ke taraf yang lebih tinggi.
Pokok pikiran dari sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab :
1.      Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan.
Maksudnya, kemanusiaan itu universal
2.      Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. Menghargai hak setiap
warga dan menolak rasialisme.
3. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
Hakikat manusia memiliki unsur-unsur yang diantaranya adalah susunan kodrat manusia (yang terdiri atas raga dan jiwa), sifat kodrat manusia (yang terdiri atas makhluk sosial dan individu), kedudukan kodrat manusia (yang terdiri atas makhluk berdiri sendiri dan makhluk Tuhan). Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah kemanusiaan sejati yang menghormati serta mengembangkan kemerdekaan, martabat dan hak sesama manusia, memperlakukannya secara adil dan beradab. Ikut berusaha mencerdaskan masyarakat agar masing-masin warga yang berusaha secara halal dapat hidup layak sebagai manusia dan mengembangkan pribadinya. Unsur kemanusiaan yang hakiki dalam keadilan sosial dalam suatu masyarakat dan Negara. Yang diatur menurut hukum yang adil dan bermoral (Ketuhanan) sehingga keadilan dapat diperoleh dengan mudah dan cepat oleh semua tanpa diskriminasi apapun. Sikap seperti itu diperluas terhadap semua orang dari segala bangsa.[2]

C.    Penistaan agama dalam nilai persatuan
Sila Persatuan Indonesia terdiri dari dua kata yang penting yaitu persatuan dan Indonesia. Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh, tidak pecah-belah. Sedangkan persatuan mengandung pengertian disatukannya berbagai macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kesatuan. Keanekaragaman masyat:akat Indonesia diharapkan dapat diserasikan menjadi satu dan utuh, tidak bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Indonesia dapat diartikan secara geografis, atau dapat dilihat sebagai bangsa. Indonesia dalam pengertian geografis adalah bagian bumi yang membentang dari 95 – 141 derajat Bujur Timm- dan 6 derajat Lintang Utara sampai dengan 11 derajat Lintang Selatan. Sedangkan Indonesia dalam pengertian bangsa adalah suatu bangsa yang secara politis hidup dalam wilayah tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persatuan Indonesia mengandung arti persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Persatuan yang didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia mengandung arti kebangsaan (nasionalisme), yaitu bangsa Indonesia harus memupuk persatuan yang erat antara sesama warga negara, tanpa membeda-bedakan suku atau golongan serta berdasarkan satu tekad yang bulat dan satu cita-cita bersama. Kebangsaan Indonesia bukanlah kebangsaan yang sempit, yang hanya mengagungkan bangsanya sendiri dan merendahkan bangsa lain, tetapi kebangsaan yang menuju persaudaraaan dunia, yang menghendaki bangsa-bangsa saling menghormati dan saling menghargai.
Dengan demikian, secara lebih rinci sila Persatuan Indonesia mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
1.      Dapat menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2.       Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3.       Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.      Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
6.      Mengembangkan persatuan berdasar Bhineka Tunggal Ika.
7.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Negara Indonesia bersatu mempunyai makna  kesatuan, maka bangsa Indonesia merupakan satu Negara dan tidak terpecah didalam Negara – Negara yang berfederasi. Sebagaimana diketahui kesatuan kebangsaan  merupakan dasar sendi Negara, baik di dalam Negara sendiri maupun terhadap dunia Internasional.
Dalam hakikatnya sifat kesatuan kebangsaan dan wilayah Negara kita pada saat proklamasi menjadi sifat mutlak, yang selanjutnya dalam kenyataannya harus selalu diamalkan. Mengapa demikian, tiada lain  karena susunan wilayah Indonesia atas kepulauan yang sangat besar jumlah dan luasnya, dan  arena susunan bangsa kita atas suku – suku bangsa, meskipun mempunyai dasar corak yang sama, beraneka warna bentuk sifat susunan keluarga dan masyarakat, adat istiadatnya, kesusilaannya, kebudayaannya, hokum adatnya dan tingkah hidupnya. Keadaan yang telah demikian itu ditambah dengan terdapatnya golongan bangsa keturunan asing dan kemungkinan kewarganegaraan orang asing tulen. Diantara warga golongan bangsa ini terdapat perbedaan yang lebih besar daripada yang ada pada golongan bangsa Indonesia yang asli. Selain daripada itu masih ada perbedaan pula antara mereka dengan golongan bangsa Indonesia yang asli. Kalau masih ditambahkan lagi terdapatnya berbagai agama dan kepercayaan hidup ditanah air kita, maka makin menjadi besar perbedaan yang terdapat di dalam masyarakat dan bangsa Indonesia. Ditambah  lagi sumber perbedaan yaitu ideology – ideologi politik yang setelah proklamasi kemerdekaan kita ternyata menjadi meluap melampaui batas kelayakan bagi persatuan dan kesatuan.
Bentuk – bentuk pokok pelaksanaan daripada sila persatuan Indonesia itu telah  ditentukan pada proklamasi kemerdekaan kita di dalam Undang – Undang Dasar 1945, yaitu dalam pasal 26 tentang warga Negara, dalam pasal 31 tentang pengajaran nasional, dalam pasal 32 tentang kebudayaan Nasional, dalam pasal 35 tentang bendera Negara dan dalam pasal 36  yang menetapkan bahwa bahasa Negara adalah bahasa Indonesia. Wilayah Negara yaitu lambang Negara “Bhineka Tunggal Ika” yang merupakan suatu keseimbangan suatu harmoni.
Adanya unsur – unsur perbedaan di dalam suatu lingkungan bangsa disamping menimbulkan daya penarik kearah kerjasama dan kesatuan, menimbulkan juga suasana dan kekuatan tolak menolak, tentang – menentang yang mungkin mengakibatkan perselisihan, pertikaian, dan perpecahan akan tetapi mungkin pula apabila dipenuhi syarat – syarat kesadaran akan kebijaksanaan dan nilai – nilai hidup yang sewajarnya, menyatukan diri dalam suatu resultan atau sintesa yang justru akan memperkaya masyarakat dan memungkinkan timbulnya persatuan dan kesatuan.
Dalam hal perbedaan di lingkungan bangsa haruslah ada kesediaan untuk tidak membiarkan atau untuk tidak memelihara dan membesar – besarkan perbedaan dengan berpegang teguh pada golongan – golongan bangsa, suku – suku bangsa dan keadaan hidupnya yang bermacam - macam. Akan tetapi seharusnya ada kesediaan dan kecakapan serta usaha dengan kebijaksanaan untuk melaksanakan pertalian kesatuan bangsa, dengan berpegangan kepada berbagai asas pedoman bagi pengertian kebangsaan sebagaimana disusun oleh para ahli kenegaraan, diambil kesemuanya dalam suatu susunan majemuk – tunggal untuk menyatukan daerah (geopolitis), menyatukan darah, membangkitkan, memelihara, dan memperkuat kehendak untuk bersatu dengan memiliki satu sejarah dan senasib, satu kebudayaan di dalam lingkungan hidup bersama dalam satu negara yang sama – sama diselenggarakan dan dikembangkan..
Demikianlah didalam “Persatuan Indonesia terkandung kesadaran  akan adanya perbedaan – perbedaan sebagai keadaan yang biasa di dalam masyarakat dan bangsa, untuk menghidupkan perbedaan yang mempunyai daya penarik ke arah kerja sama dan kesatuan dalam suatu resultan, dalam suatu sintesa, dan untuk mengusahakan peniadaan serta pengurangan perbedaan.
Sifat mutlak kesatuan bangsa, wilayah dan negara Indonesia yang terkandung dalam sila Persatuan indonesia, dengan segala perbedaan dan pertentangan didalamnya, memenuhi sifat hakekat daripada satu, yaitu mutlak tidak dapat terbagi. Segala perbedaan dan pertentangan adalah hal yang biasa, yang justru pasti akan dapat disalurkan untuk memelihara dan mengembangkan kesatuan kebangsaan.
Sila ketiga pancasila yaitu Persatuan Indonesia yang merupakan dasar filsafat negara kita, telah diketahui bahwa biarpun didalam susunannya rakyat dan tanah air tumpah darah kita terdiri atas bagian – bagian yang mengandung unsur – unsur perbedaan dan pertentangan, namun bagian – bagiannya itu hanya dalam hubungan kesatuan sebagai bangsa dan wilayah negara sehingga dapat memperoleh bentuk sifat penjelmaan dirinya yang selengkap – lengkapnya. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa dan wilayah negara kita sesuai dengan yang disebut hakekat satu, dan oleh karena itu kesatuan sifatnya mutlak tidak dapat terbagi dan terpisah dari bangsa dan wilayah negara – negara lain atas dasar kesatuan rakyat Indonesia dengan tanah air tumpah darahnya yang merupakan satu – satunya pokok dasar bagi terwujudnya kepribadian bangsa Indonesia.
Makna persatuan hakikatnya adalah satu, yang artinya bulat tidak terpecah. Jika persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern sekarang ini, maka disebut nasionalisme. Nasionalisme adalah perasaan satu sebagai suatu bangsa, satu dengan seluruh warga yang ada dalam masyarakat. Oleh Karena rasa satu yang begitu kuatnya, maka dari padanya timbul rasa cinta bangsa dan tanah air. Akan tetapi perlu diketahui bahwa rasa cinta bangsa dan tanah air yang kita miliki di Indonesia bukan yang menjurus kepada chauvinisme, yaitu rasa yang mengagungkan bangsa sendiri, dengan merendahkan bangsa lain. Jika hal ini terjadi, maka bertentangan dengan sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Walaupun ditulis cinta bangsa dan tanah air, tidak dimaksudkan untuk chauvimisme. Dengan demikian jelaslah bahwa konsekuensi lebih lanjut dari kedua hal tadi adalah menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, yang pada akhir – akhir ini justru menunjukkan gejala disintegrasi bangsa. Hal ini sejalan dengan pengertian persatuan dan kesatuan.
Oleh karena itu hal – hal yang sifatnya tidak sejalan dengan persatuan dan kesatuan, misalnya penonjolan kekuasaan, penonjolan keturunan, harus diusahakan agar tidak terwujud sebagai suatu prinsip dalam masyarakat Indonesia. Perlu diketahui bahwa ikatan kekeluargaan, kebersamaan di Indonesia sejak dulu sampai sekarang lebih di hormati daripada kepentingan pribad. Namun, tentunya semangat ini bagi bangsa Indonesia mengalami dinamikanya sendiri. Kadang menjadi kuat, tapi pada suatu saat akan melemah. Pada saat ini justru nasionalisme bangsa Indonesia, ditantang dan dalam kondisi yang agak rapuh, karena banyak dari elemen bangsa yang lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan daripada kepentingan bangsa dan negara. Misalnya, fenomena disintegrasi, unculnya gejala primor-dialisme dan separatisme.[3]

D.    Penistaan agama dalam nilai kerakyatan
Sila ke-empat yang mana berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Sebuah kalimat yang secara bahasa membahasakan bahwa Pancasila pada sila ke 4 adalah penjelasan Negara demokrasi. Dengan  analisis ini diharapkan akan diperoleh makna yang akurat dan mempunyai nilai filosofis yang diimplementasikan secara langsung dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya itu, secara lahiriyah sila ini menjadi banyak acuan dari setiap langkah pemerintah dalam menjalankan setiap tindakan pemerintah.
Kaitannya dengan arti dan makna sila ke 4 adalah sistem demokrasi itu sendiri. Maksudnya adalah bagaimana konsep demokrasi yang bercerita bahwasannya, setiap apapun langkah yang diambil pemerintah harus ada kaitannya atau unsur dari, oleh dan untuk rakyat. Disini, rakyat menjadi unsur utama dalam demokrasi. Itulah yang seharusnya terangkat ke permukaan sehingga menjadi realita yang membangun bangsa.   
Dibawah ini adalah arti dan makna Sila ke 4 yang dibahas sebagai berikut :
1.      Hakikat sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti umum yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Secara sederhana, demokrasi yang dimaksud adalah melibatkan segenap bangsa dalam pemerintahan baik yang tergabung dalam pemerintahan dan kemudian adalah peran rakyat yang diutamakan.
2.      Pemusyawaratan. Artinya mengusahakan putusan secara bulat, dan sesudah itu diadakan tindakan bersama. Disini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan keputusan secara bulat. Bulat yang dimaksud adalah hasil yang mufakat, artinya keputusan itu diambil dengan kesepakatan bersama. Dengan demikian berarti bahwa penentu demokrasi yang berdasarkan pancasila adalah kebulatan mufakat sebagai hasil kebikjasanaan. Oleh karena itu kita ingin memperoleh hasil yang sebaik-baiknya didalam kehidupan bermasyarakat, maka hasil kebikjasanaan itu harus merupakan suatu nilai yang ditempatkan lebih dahulu.
3.   Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama. Dalam hal ini perlu diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sehingga membawa konsekuensi adanya kejujuran bersama. Perbedaan secara umum demokrasi di barat dan di Indonesia yaitu terletak pada permusyawaratan. Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang diambil secara bulat.
Hal ini tidak menjadi kebiasaan bangsa Indonesia, bagi kita apabila pengambilan keputusan secara bulat itu tidak bisa tercapai dengan mudah, baru diadakan pemungutan suara. Kebijaksanaan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan itu memang bermanfaat bagi kepentingan rakyat banyak. Jika demokrasi diartikan sebagai kekuatan, maka dari pengamatan sejarah bahwa kekuatan itu memang di Indonesia berada pada tangan rakyat atau masyarakat. Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda saja, di desa-desa kekuasaan ditentukan oleh kebulatan kepentingan rakyat, misalnya pemilihan kepala desa. Musyawarah yang ada di desa-desa merupakan satu lembaga untuk menjalankan kehendak bersama. Bentuk musyawarah itu bermacam-macam, misalnya pepatah Minangkabau yang mengatakan : “Bulat air karena pembunuh, bulat kata karena mufakat”. Secara sederhana, pembahasan sila ke 4 adalah demokrasi. Demokrasi yang mana dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Pemimpin yang hikmat adalah pemimpin yang berakal sehat, rasional, cerdas, terampil, dan seterusnya pada hal-hal yang bersifat fisis/jasmaniah; sementara kebijaksanaan adalah pemimpin yang berhatinurani, arif, bijaksana, jujur, adil, dan seterusnya pada hal-hal yang bersifat psikis/rohaniah. Jadi, pemimpin yang hikmat-kebijaksanaan itu lebih mengarah pada pemimpin yang profesional (hikmat) dan juga dewasa (bijaksana). Itu semua negara demokratis yang dipimpin oleh orang yang dewasaprofesional dilakukan melalui tatanan dan tuntunan permusyawaratan/perwakilan. Tegasnya, sila keempat menunjuk pada NKRI sebagai Negara demokrasi-perwakilan yang dipimpin oleh orang profesional-dewasa melalui sistem musyawarah. [4]

E.     Penistaan agama dalam nilai keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia. 2. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Hukum
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila. Sistem hukum di Indonesia membentuk tata urutan peraturan perundang-undangan. Tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan sebagai berikut.
1.     Undang-Undang Dasar 1945
2.     Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Undang-undang
3.     Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
4.     Peraturan Pemerintah
5.     Keputusan Presiden
6.     Peraturan Daerah
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
1.     UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.     Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu)
3.     Peraturan pemerintah
4.     Peraturan presiden
5.     WERBN Peraturan daerah.
Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV. 3. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Etik. Upaya lain dalam mewujudkan pancasila sebagai sumber nilai adalah dengan menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai sumber pembentukan norma etik (norma moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila juga dapat diwujudkan kedalam norma-norma moral (etik).
Norma-norma etik tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa indonesia saat ini sudah berhasil merumuskan norma-norma etik sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma etik tersebut bersumber pada pancasila sebagai nilai budaya bangsa. Rumusan norma etik tersebut tercantum dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, Bernegara, dan Bermasyarakat. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika Kehidupan Berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai pancasila sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat.
Etika Sosial dan Budaya, Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan tolong menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa. Senafas dengan itu juga menghidupkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu, perlu dihidupkan kembali budaya keteladanan yang harus dimulai dan diperlihatkan contohnya oleh para pemimpin pada setiap tingkat danlapisan masyarakat.[5]



[1] Fpi.or.id. 2016. Ketuhanan Yang Maha Esa. (Online), (http://www.fpi.or.id/2016/10/ketuhanan-yang-maha-esa-13-hubungan.html, Diakses : 27 November 2016).
[2] http://dokumen.tips/documents/contoh-makalah-pancasila-sila-2.html
[3] http://midawatii.blogspot.co.id/2013/12/makalah-sila-ke-3-persatuan-indonesia.html
[4] http://likkachus.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pendidikan-pancasila-tentang.html
[5] http://contoh makalahpancasila.blogspot.co.id/2011/10/contoh-bahan-makalah-pacasila-tugas.html

3 komentar:


  1. Inilah Saatnya Menang Bersama Legenda QQ

    Situs Impian Para pecinta dan peminat Taruhan Online !!!

    Kami Hadirkan 7 Permainan 100% FairPlay :

    - Domino99
    - BandarQ
    - Poker
    - AduQ
    - Capsa Susun
    - Bandar Poker
    - Sakong Online

    Fasilitas BANK yang di sediakan :

    - BCA
    - Mandiri
    - BNI
    - BRI
    - Danamon

    Tunggu apalagi Boss !!! langsung daftarkan diri anda di Legenda QQ

    Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama kami !!!
    Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar" nya !!!

    Contact Us :
    + website : legendapelangi.com
    + Skype : Legenda QQ
    + BBM : 2AE190C9

    BalasHapus
  2. luar biasa Tulisannya bagus sekali.silahkan dilanjutkan anda sangat berbakat sekali dalam hal menulis.boleh berbagi resepnya bagaimana agar dapat menulis seperti anda? terima kasih

    BalasHapus